MULTIKULTURALISME DALAM CERPEN
ASMAH LARI IKUT JANTAN TAK BERJAWI
KARYA M. SURTAN AU-SEN
Awabeen Samsuding
Universitas Jember
ABSTRAK
Berangkat
dari konflik antar etnis yang belum tuntas diatasi cerpen ini mencerminkan dampak
yang menimpa masyarakat Patani yang kini masih kental dengan sistem daerah operasi militer (DOM), kononnya menjadi
solusi bagi pemerintahan Thailand dalam merungkai konflik di Thailand Selatan.
Cerpen ini mengangkat latar tempat di Patani di mana ada seorang gadis Melayu
dan beragama Islam yang menjadi anak pemilik warung kopi kecil di sebuah desa
yang bernama Sungai Batu, cinta yang tidak sengaja dirancang. Tiba-tiba subur
menjadi sebuah ikatan dengan seorang tentera aparat pemerintah yang beragama
Budha. Akhirnya Asmah mengikuti lelaki berseragam tentera itu karena ayahnya
sangat mengecam beralasan berbeda agama dan budaya. Dalam artikel ini
menggunakan pendekatan Sastra Multikulturralisme sebagai permasalahan dalam cerpen ini. penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif. Data penelitian adalah multikulturalisme
dalam cerpen Asmah Lari Ikut Jantan Tak Berjawi Karya M. Surtan Au-Sen. Tujuan dari artikel ini mengajak untuk
memahami Multikutural di Masyarakat Patani (Thailand Selatan) yang berujung
gagal dalam proses komunikasi karena fanatik yang tertanam dan kebencian
terhadap pemerintah yang dianggap penjajah.
Kata Kunci : Multikulturalisme, Cerpen dan Patani
A. Pendahuluan
Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang
indah yang berupa gambaran realita kehidupan atau bahkan imajinasi pengarang.
Berdasarkan genrenya, karya sastra terbagi atas tiga bagian, yakni prosa, puisi
dan drama. Prosa atau yang disebut dengan istilah fiksi merupakan suatu
karangan yang berisi kisah atau cerita yang dibuat berdasarkan imajinasi
pengarang. Meskipun demikian, kisah yang disajikan dalam cerpen tetap rasional
karena terkadang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Salah satu
jenis prosa fiksi ialah cerpen.
Sebagai salah satu bentuk prosa fiksi, cerpen
merupakan sebuah karya yang memaparkan satu peristiwa mengenai manusia melalui
tulisan yang singkat, padat dan langsung pada tujuannya. Sesuai dengan namanya,
cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang akan habis dibaca dalam
sekali duduk kira-kira setengah hingga dua jam lamanya. Meskipun demikian,
sebuah cerpen tetap memuat unsur intrinsik dan ekstrinsik yang saling berkaitan
guna mencapai keutuhan dan kesatupaduan cerita yang dibawa.
Dalam cerpen bisa dilatarbelakangi peristiwa
perbedaan budaya atau agama. Di situ akan terpapar nilai-nilai Multikuturalisme
yang menjadi permasalahan dalam cerpen tersebut. Multikultural membahas tentang
etnis dan agama yang terdapat pada masyarakat multikulturalisme. Etnis
Munculnya ragam agama menjadikan masyarakat memiliki sikap toleransi yang
tinggi terhadap SARA yang saling berdampingan. Dalam kajian kritik sastranya
tentu membahas tentang karya sastra yang di dalamnya mengangkat sebuah
perpaduan lebih dari satu kultur. Dengan tetap berpegang pada hakikat
multikultural yang sangat memerhatikan sikap toleransi terhadap perbedaan.
Demikian pula pada bahasan ini tentang kritik sastra multikultural.
Sastra multikultural adalah karya sastra yang di
dalamnya merefleksikan interaksi dua kultural atau lebih. Menurut Taufik (dalam
Supratno, 2016) pada prinsipnya sastra multikultural adalah seluruh karya
sastra yang menggambarkan pola interaksi dua kelompok atau lebih kultur yang
ada dalam karya sastra. Karya sastra multikultural terdapat dalam karya sastra
daerah, nasional, maupun internasional. Sastra multikultural dapat ditinjau
secara global atau bahkan internasional, dapat juga bersifal lokal atau
nasional.
Multikulturalisme mengagungkan perbedaan dalam
kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Multikulturalisme merupakan suatu paham yang beranggapan bahwa sebuah budaya
yang berbeda memiliki kedudukan sederajat. Menurut Liliweri (2005:70),
multikulturalisme adalah tentang penyadaran individu ataupun kelompok atas
keberagaman budaya, yang pada gilirannya mempunyai kemampuan untuk mendorong
lahirnya sikap toleransi, dialog, kerja sama, di antara beragam etnik dan ras.
Berkaitan dengan
hasil kebudayaan yang berhubungan dengan sastra, cerpen Asmah
Lari Ikut Jantan Tak Berjawi Karya M. Surtan Au-Sen
merupakan cerpen yang menceritakan bagaimana Multikulturalisme coba
diperankan walaupun akhirnya tidak tercapai seperti di atas bahwa
Multikulturalisme mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
individual maupun secara kebudayaan. Cerpen ini mengangkat latar tempat
di Patani di mana ada seorang gadis Melayu dan beragama Islam yang menjadi anak
pemilik warung kopi kecil di sebuah desa yang bernama Sungai Batu, cinta yang
tidak sengaja dirancang. Tiba-tiba subur menjadi sebuah ikatan dengan seorang
tentera aparat pemerintah yang beragama Budha. Akhirnya Asmah mengikuti lelaki
berseragam tentera itu karena ayahnya sangat mengecam beralasan berbeda agama
dan budaya.
Berdasarkan permasalahan kebudayaan di
atas, hal yang akan diamati dan menjadi fokus oleh penulis adalah bagaimana
penerapan multikulturalisme dalam cerpen ini Secara umum menarik untuk dibaca
karena menyuguhkan konflik yang terjadi di Patni. Meskipun bahasa yang
digunakan adalah Melayu dan cukup sulit untuk dipahami dalam waktu singkat,
tetapi alur yang runtut serta konflik yang ditulis dengan baik membuat cerpen
tersebut tetap menarik untuk dibaca. Permasalahan budaya, bangsa sangat nampak
sebagai pesan moral dalam novel tersebut. Perbedaan budaya, bangsa, dan agama
dalam cerpen ini menjadi konflik utama yang disuguhkan.
B.
Metode
Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Data
penelitian adalah multikulturalisme dalam cerpen Asmah Lari Ikut
Jantan Tak Berjawi Karya M. Surtan Au-Sen. yang mencakup unsur
pembangun yang di dalamnya terdapat penokohan, alur, dan latar. Sumber data
penelitian ini adalah novel cerpen Asmah Lari Ikut Jantan Tak Berjawi
Karya M. Surtan Au-Sen. Data dikumpulkan dengan langkah-langkah sebagai
berikut: (1) Membaca cerpen secara berulang-ulang sambil menandai unsur yang
berkaitan, (2) menginvetarisasikan dengan menggunakan format invetarisasi data.
Setelah data dikumpulkan, data tersebut dianalisis dengan langkah-langkah
sebagai berikut: (1) mengkalisifikasikan data, (2) menginterpretasi data, (3)
menafsirkan temuan dan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang ada, dan
(4) menulis laporan berdasarkan hasil temuan.
C.
Pembahasan
Menurut Parekh (dalam Taufiq, 2017:1) masyarakat
multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas
kultural. Pembahasan soal multikultural senantiasa terkait dengan bagaimana
negara mempersepsikan, mengonsepkan, dan merumuskan kebijakan strategisnya
terhadap fakta multikultural tersebut. Hal tersebut dapat dioperasionalkan
dengan mengandaikan dua hal, yakni yang pertama negara tidak dapat mengelak
terhadap fenomena multikultural terhadap kelompok kultural bangsa yang eksis di
dalamnya dan yang kedua yakni pada saat yang sama, negara juga tidak memiliki
keabsahan untuk membangun persepsi, konsep, dan kebijakan yang semena-mena
terhadap fenomena multikultural tersebut.
(Taufiq, 2017: 2). Hubungan multikultural lahir dari
proses manusia yang berimigrasi ke daerah lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Darma (dalam Taufiq, 2017: 10) bahwa wacana multikultural itu muncul dan
berkembang sejak dimulainya proses migrasi manusia ke daerah lain, yang
kemudian mengakibatkan terjadinya interaksi sosio-kultural. Hubungan
multikultural antara dua atau lebih entitas masyarakat yang memiliki kebiasaan
dan identitas kultural berbeda yang terrepresentasikan dalam teks sastra.
Sehingga, karya sastra yang mencerminkan keberagaman yang diantaranya mengenai
berbagai suku, ras, agama, adat istiadat dan pola-pola perilaku, pada
hakikatnya adalah karya sastra multikultural.
Dalam Cerpen ini mencerminkan bagaimana kondisi
konfllik yang makin menjadi-jadi karena penerapan kebijakan Daerah Operasi Militer
(DOM). Di mana militer yang beragama Buddha dikirimkan untuk mengawasi konflik yang terjadi di Patani (Thailand Selatan).
Di mana Patani adalah sebuah Wilayah
yang Mayoritas Melayu-Islam. Asma dalam cerita adalah Seorang putri dari pembuka warung kopi
di perkampungan. Yang menjalin cintanya tanpa sengaja. Dan tidak sadari bahwa
cintanya haram di sisi warga karena Orang Melayu dan Buddah sudah fanatik yang
luar biasa kononnya tanah Patani adalah tanah Jajahan Bangsa Siam Budha sampai
sekarang masih ada penuntutan hak untuk mengembalikan negara Patani Darussalam
yang pernah megah pada abad yang ke-15. Cinta asma dan tentera itu tidak
disetujui oleh keluarganya dengan alasan dia berbangsa dan agama yang berbeda
dengan Asma. Sehingga saat Ayahnya ketahui Asma dipukul dengan rotan dengan
kejam sampai asma pengsan dan setelah itu Asma dikurung dalam kamar. Akhirnya
cinta yang menggerak hati Asma untuk
menelpon kepada tentera itu agar menjemputnya untuk keluar lari dari
kampungnya. Dan hal ini setelah diketahui oleh penduduk kampung sangat menjadi
heboh karena dianggap melampaui adat bagi warga setempat. Bagaimana bisa wanita
muskim bisa bercinta dan bisa bernikah dengan orang Budha. Dan bebearpa waktu
kemudian dapat kabar bahwa ada yang menemukan Asma di Bangkok dalam keadaan tak
berkerudung lagi. Dan perutnya membesar mengandung.
Multikultural Dalam
Konteks Etnis/Ras
Menurut Taufiq (2017:22-24)
perspektif multikultural dalam konteks etnis/ras sebenarnya mengandaikan adanya
hubungan antara etnis dan ras tersebut dengan kekuatan struktur yang ada di
luarnya. Hal tersebut berarti bahwa penggambaran adanya keterkaitan etnis/ras
yang satu dengan yang lain, dalam konteks relasinya dengan kekuatan yang lebih
besar dapat dikategorikan terdapat hubungan multikultural.
Berdasarkan penjabaran di atas,
maka pengungkapan multikultural dalam konteks etnis/ras selalu menggambarkan
dua pola hubungan. Pertama, secara horisontal, menyangkut interaksi antar
kelompok etnis/ras. Kedua, secara vertikal menyangkut relasi etnis/ras tersebut
dengan kekuatan negara atau globalitas. Pola hubungan tersebut dapat
dideskripsikan sebagai tiga titik dalam segitiga emas hubungan multikultural.
Pertama, hubungan antar
etnis/ras misalnya, juga menampakkan suatu fenomena hubungan yang tidak pernah
selesai; selalu ada proses dinamika hubungan dan komunikasi sosio-kultural yang
tidak pernah berhenti dilakukan. Hal itu, terjadi karena tidak selamanya pola
hubungan antar etnis/ras itu selalu menunjukkan keharmonisan. Ada titik-titik
tertentu, di mana hubungan itu mengalami kondisi disharmonisasi yang dapat
mengganggu hubungan antar etnis/ras tersebut.
Kedua, hubungan etnis/ras
dengan negara, dalam hubungan tersebut terdapat kondisi yang sangat dipengaruhi
oleh aspek sosial, politik, ekonomi, bahkan terkait dengan dua hubungan
kekuatan tersebut. Sebuah hubungan yang saling menyerap, mengadaptasi, bahkan
tak jarang mengakuisisi dikarenakan adanya dominasi kekuasaan salah satu pihak
dalam hubungan tersebut. Melalui hal tersebut, dapat dilihat bahwa hubungan
etnis/ras dengan negara, merupakan hubungan yang dinamis.
Ketiga, dalam konteks hubungan
etnis/ras dengan globalitas, dipercaya terjadinya interaksi dua faksi tersebut
dalam ruang rasio-kultural. Namun demikian, hal yang terjadi adalah penindasan
kelompok etnis/ras sebagai representasi lokal/ atau lokalitas dalam menghadapi
penetrasi global. Hal tersebut menyebabkan lokal/lokalitas terserap oleh arus
globalisasi. Tentunya, hal tersebut memerlukan tindakan pencegahan, pilihan
yang mungkin dapat dilakukan yaitu, etnis/ras sebagai representasi lokal
menjadi pihak yang membangun strategi sosial secara eksklusif atau menjadi
kekuatan inklusif global. Dalam konteks tersebut, membangun ruang pertukaran
kultural menjadi satu kemungkinan yang dapat dipilih (Taufiq, 2017:23-24).
Dari penjabaran di atas dalam
konteks multikultural dalam konteks etnis/ras cerpen Asma Lari ikut Jantan
Tak Berjawi. Bisa digolong dalam penjabaran yang pertama yakni menampakkan
suatu fenomena hubungan yang tidak pernah selesai. Dalam kondisi konflik yang
berpanjangan sejak tahun 1786 M. Masyarakat Patani selalu membangkit untuk
melawan samada berbentuk kompromi ataupun secara keras. Maka walaupun sudah
melewati beberapa kurun namun seoalah fanatik selalu tertanam dalam jiwa orang
Melayu Patani terhadap pemerintahan Thailand dan masyarkat yang beragama Budha.
Secara singkatnya orang Melayu yang menjadi minoritas di negara Mayoritas
Buddha ini, tidak pernah mempercayakan kepada orang yang beda agama dan budaya.
Di situ gagalnya proses multikultural ditampakkan secara jelas serprti dalam
kutipan di bawah ini;
“ Eh, apa nak jadi di zaman
sekarang budak-budak Melayu kito berani lari ikut thahan—askar,” kata Pak Ahmad
membuka bicara selepas menghirup kopi pahitnya.
“Betul, kurae aja budak loning. Napak ye
yaangok tapi faanga buruk supa apa. Thahan Siae tu bukae yangok sangat. Bodoh sekali!” balas Pak Ali dengan
geram yang bermaksud, kurang ajar budak sekarang, nampak saja cantik tapi
perangai buruk seperti apa. Tentera Siam itu bukan tampan sangat.
“Ya, sungguh malu. Tapi apa
kita boleh buat?” ujar Zamri.
“Kalau itu anak
aku, baik aku tembak mampus! Laknatullah. Cuba mu tengok bukit yang tinggi itu,
begitulah adat agama kito harus dijunjung tinggi dan terus kekal selamanya,” marah Pak Husen
yang selama ini banyak duduk diam saja.
Dari kutipan di atas terlihat fanatik yang tertanam dalam jiwa masyarakat
Melayu Muslim di Patani. Pemerintah beberapa kali gagal menangani konflik di
Thailand Selatan. Bahkan beberapa kasus munculnya ketidakpercayaan masyarakat
terhadap aparat pemerintah karena kedatangan militer di Patani membuat kacau
warga Patani sempat terjadi heboh pada 2018 lalu. Warga menemukan tentera dan
gadis Patani sedang berduaan mesum di kamar mandi masjid di Kampung Rai, Yala.
Dan membuktikan masyarakat tidak setuju dengan kedangan militer sebagai
Daerah Operasi Militer (DOM). Dan bagaiaman orang Melayu Patani tidak sanggup
adatnya tergadai begitu saja seperti ungkapan Pak Husen yang penuh amarah:
“Kalau itu anak
aku, baik aku tembak mampus! Laknatullah. Cuba mu tengok bukit yang tinggi itu,
begitulah adat agama kito harus dijunjung tinggi dan terus kekal selamanya,” marah Pak Husen
yang selama ini banyak duduk diam saja.
Bagi masyarakat Patani gadis yang bercinta dengan militer Thailand yang
datang dari Utara adalah suatu penghinaan karena seperti menggadai maruah
Kemelayuan dan maruah agama. Walaupun beberapa kali pemerintah mengkampanyekan
sebuah kebijakan “Sangkhom Pahu’ Wattanatham” yakni Masyarakat Multikutural
yang bertujuan masyrakat Melayu Muslim dan Orang Siam saling bertoleransi.
Multikultural Dalam Konteks Agama
Selain membahas tentang etnis
atau ras, multikultural juga membahas tentang agama. Keberagaman agama menjadi
realitas yang tidak dapat dipungkiri. Munculnya ragam agama menjadikan
masyarakat memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap agama. Ditinjau dari
segi agama, dalam cerpen Asmah
Lari Ikut Jantan Tak Berjawi Karya M. Surtan Au-Sen memiliki dua agama yang bermelatarkan tokoh
yaitu Islam dan Budha.
Toleransi dalam agama harus
memiliki batas-batas tertentu. Batas-batas yang dimaksud adalah batas-batas
toleransi yang sudah diajarkan pada agama tertentu. Misalnya, dalam agama Islam
diajarkan toleransi terhadap agama lain seperti dalam surah Al-kafirun ayat 6.
Namun, dalam islam juga terdapat batasan toleransi terhadap agama lain.
Sastra multikulturalisme dalam
agama muncul pada cerpen
Asmah Lari Ikut Jantan Tak Berjawi Karya M. Surtan Au-Sen sepertinya belum sampai tahap yang selayaknya, seperti
dikemukakan sebelumnya sebenar konflik yang terjadi dalam cerpen ini
membedahkan tabir agama dan saling melanggar kesesuaian aturan agama seperti dalam kutipan berikut :
emaknya melaung, “Bagitahu Somchai, suruh dia masuk Islam
dulu, baru boleh kahwin dengan kau!”.
Dari kutipan di atas menunjukan dalam urusan agama tidak
dapat toleransi karena urusan ini bertentangan dengan aturan agama Islam.
Ada satu kutipan lain yang menjadi unsur yang menunjukan
gagal toleransi diterapkan oleh kedua tokoh seperti dalam kutipan :
Asmah tidak duduk diam dengan tindakan ayahnya. Dia
menghubungi kekasihnya lewat penggilan telefon. Tak lama kemudian, kekasihnya
datang mengambilnya dan dia melarikan diri bersama tentera tersebut. Seisi
kampung tersebut gempar apabila ada gadis kampung mereka telah melarikan diri
bersama tentera. Sejak itu pelbagai cerita telah muncul, antaranya tentera itu
telah membunting Asmah, ada orang lihat Asmah tak lagi bertudung di stesen
keretapi Hualampong, Bangkok, dan lagi teruk ada yang menjaja cerita bahawa
Asmah dengan kekasihnya mengunjungi wat, tentu Asmah telah murtad!
Dalam kutipan terlihat kemuncak
konflik yang terjadi setelah Asmah dipukul oleh ayahnya dengan keras karena
diketahui telah beramah dan melakukan hal yang tak senonoh, seperti dilapor oleh
warga yang sedang memancing ikan. Kemudian tindakan ayahnya yang kejam membuat
Asmah sanggup melarikan diri mengikuti Somchai (Tentera) ke Bangkok. Dan warga
melaporkan Asmah telah menjadi seperti orang Siam, kepalanya tidak ditutup
jilbab lagi, dan telah mengadung tanpa nikah. Bagaimana cerpen ini menunjukan
gagalnya Multikultural dalam Masyarakat di Thailand Selatan yang berbasis agama
dan bangsa.
D.
Kesimpulan
Sastra multikultural adalah
karya sastra yang di dalamnya merefleksikan interaksi dua kultural atau lebih.
Perspektif multikultural dalam konteks etnis/ras sebenarnya mengandaikan adanya
hubungan antara etnis dan ras tersebut dengan kekuatan struktur yang ada di
luarnya. Hal tersebut berarti bahwa penggambaran adanya keterkaitan etnis/ras
yang satu dengan yang lain, dalam konteks relasinya dengan kekuatan yang lebih
besar dapat dikategorikan terdapat hubungan multikultural.
konteks multikultural dalam
konteks etnis/ras cerpen Asma Lari ikut Jantan Tak Berjawi. Bisa digolong dalam
penjabaran yang pertama yakni menampakkan suatu fenomena hubungan yang tidak
pernah selesai. Dalam kondisi konflik yang berpanjangan sejak tahun 1786 M.
Masyarakat Patani selalu membangkit untuk melawan samada berbentuk kompromi
ataupun secara keras. Maka walaupun sudah melewati beberapa kurun namun seoalah
fanatik selalu tertanam dalam jiwa orang Melayu Patani terhadap pemerintahan
Thailand dan masyarkat yang beragama Budha. Secara singkatnya orang Melayu yang
menjadi minoritas di negara Mayoritas Buddha ini, tidak pernah mempercayakan
kepada orang yang beda agama dan budaya. Di situ gagalnya proses multikultural
ditampakkan secara jelas
Hubungan antar etnis/ras
misalnya, juga menampakkan suatu fenomena hubungan yang tidak pernah selesai.
Hal inilah menjadi titik masalah multikultural dalam cerpen Asmah
Lari Ikut Jantan Tak Berjawi Karya M. Surtan Au-Sen. Dalam cerpen ini sepertinya belum sampai tahap yang selayaknya, seperti dikemukakan
sebelumnya sebenar konflik yang terjadi dalam cerpen ini membedahkan tabir
agama dan saling melanggar kesesuaian aturan agama.
dalam cerpen Asmah
Lari Ikut Jantan Tak Berjawi Karya M. Surtan Au-Sen Secara umum menarik
untuk dibaca karena menyuguhkan konflik yang terjadi di Patni. Meskipun bahasa
yang digunakan adalah Melayu dan cukup sulit untuk dipahami dalam waktu
singkat, tetapi alur yang runtut serta konflik yang ditulis dengan baik membuat
cerpen tersebut tetap menarik untuk dibaca. Permasalahan budaya,
bangsa sangat nampak sebagai pesan moral dalam novel tersebut. Perbedaan
budaya, bangsa, dan agama dalam cerpen ini menjadi konflik utama yang
disuguhkan.
Daftar Rujukan
Taufiq, Akhmad. 2017. Sastra Multikultural
Konstruksi Identitas dan Praktik Diskursif Negara dalam Perkembangan Sastra
Indonesia. Malang: Beranda.